Thumbnail
15 Oktober 2025

Rutin Minum Obat Epilepsi Berbahaya untuk Hati dan Ginjal? Ini Faktanya!

Beberapa pasien epilepsi harus mengonsumsi obat setiap hari demi menekan gejala kejang. Namun, konsumsi obat epilepsi jangka panjang kerap menimbulkan kekhawatiran: bagaimana efeknya terhadap fungsi hati dan ginjal yang memproses obat tersebut?

Kecemasan tersebut sangatlah wajar, sebab hati dan ginjal memang berperan mengolah zat kimia dalam tubuh, termasuk yang berasal dari obat-obatan. Untuk menjawab kekhawatiran tersebut, Anda dapat membaca penjelasan selengkapnya di bawah ini.

Apakah Obat Epilepsi Berbahaya untuk Hati dan Ginjal? 

Obat anti-epilepsi (anti-epileptic drug/AED) tradisional atau generasi lama, seperti valproate dan phenytoin, dikenal mempunyai potensi toksisitas hati yang lebih tinggi. Sementara itu, obat epilepsi generasi baru atau yang lebih modern cenderung membutuhkan metabolisme hati yang lebih sedikit. Contohnya seperti gabapentin, lacosamide, dan topiramate. Saat masuk ke tubuh, obat-obatan ini diekskresikan sebagian besar oleh ginjal, sehingga mengurangi beban pada hati.

Dengan kata lain, AED generasi baru relatif aman untuk hati dan ginjal. Meski begitu, konsumsi obat tersebut tetap perlu dilakukan dengan hati-hati sesuai anjuran dokter, terutama jika pasien memiliki riwayat penyakit hati dan ginjal. 

Cara Mengurangi Risiko Bahaya Obat Epilepsi 

Meski begitu, AED yang “relatif aman” bukan berarti 100% bebas risiko. Potensi efek samping akan selalu ada, terutama pada pasien dengan kondisi tertentu. Misalnya, pasien tersebut mengidap penyakit hati atau ginjal bawaan, sedang mengonsumsi obat jenis lain, atau dosis konsumsi obat yang cukup tinggi.

Untuk meminimalisir risiko efek samping tersebut, pasien epilepsi dilarang mengurangi, menambah, maupun menghentikan konsumsi obat tanpa instruksi dokter. Lalu, jika pasien berencana minum suplemen atau vitamin tambahan, sebaiknya diskusikan terlebih dulu dengan dokter. Sebab, beberapa obat bisa meningkatkan toksisitas hati atau ginjal jika dikonsumsi bersamaan dengan obat epilepsi.

Tak kalah penting, pasien juga perlu rutin check-up fungsi hati dan ginjal. Tujuannya untuk memonitor apakah terjadi akumulasi obat yang berisiko meningkatkan risiko toksisitas. Idealnya, check-up dilakukan sebelum terapi dimulai, yakni dengan pemeriksaan darah besar. Lalu, pemeriksaan ulang dilakukan dalam 3–6 bulan pertama terapi untuk memonitor efek awal konsumsi obat epilepsi.

Setelah terapi pengobatan berjalan stabil dan tidak muncul keluhan, biasanya pasien akan kembali diminta check-up setelah 6–12 bulan sekali. Namun, apabila pasien mengalami gejala mencurigakan, misalnya urin berbusa atau kuning pada kulit dan mata, pemeriksaan tambahan harus segera dilakukan.

Manfaat Checkup Hati dan Ginjal untuk Penderita Epilepsi

Rutin check-up hati dan ginjal merupakan salah satu prosedur krusial dalam penanganan epilepsi. Tindakan medis satu ini menawarkan sederet manfaat berikut:

  • Memonitor efek samping obat

Fungsi AED memang efektif dalam menekan kejang. Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa beberapa jenisnya bisa menimbulkan efek samping pada ginjal atau hati, terutama jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Dengan rutin check-up, dokter dapat memantau efek samping konsumsi obat tersebut; apakah ada peningkatan enzim hati, penurunan fungsi ginjal lebih awal, maupun kerusakan yang lebih serius pada organ.

  • Mempermudah pengecekan gejala dini

Pada umumnya, gangguan ginjal dan hati tidak memunculkan gejala saat tahap awal. Namun, dengan rutin check-up, dokter bisa melakukan deteksi dini terhadap gejala tersebut. Misalnya jika ditemukan peningkatan enzim hati akibat konsumsi obat epilepsi tertentu, tim medis dapat segera melakukan tindakan intervensi sebelum muncul gejala yang lebih parah.

  • Mendukung efektivitas program pengobatan

Rutin check-up membantu memastikan fungsi ginjal dan hati terpantau dengan baik. Kondisi ini memungkinkan tubuh pasien epilepsi untuk memproses obat secara optimal, sehingga kadar obat dalam darah bisa stabil dan efektif mengendalikan kejang. Apabila memang ditemukan gangguan ekskresi atau metabolisme obat, dokter dapat langsung menyesuaikan dosis demi menjaga efektivitas terapi pengobatan.

  • Meningkatkan akurasi rekomendasi obat

Hasil check-up hati dan ginjal menjadi informasi dasar bagi dokter untuk menentukan jenis dan dosis obat yang paling sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien epilepsi. Dengan begitu, pasien bisa mendapat terapi pengobatan yang dipersonalisasi, sehingga membantu menurunkan risiko komplikasi.

Menjaga kesehatan hati dan ginjal sangatlah penting bagi penderita epilepsi yang rutin mengonsumsi obat. Itulah mengapa check-up berkala sangat disarankan, sehingga efek samping bisa terdeteksi sedini mungkin sekaligus menjaga efektivitas pengobatan. Di samping itu, dokter juga dapat memberikan terapi obat epilepsi sesuai kondisi pasien.

Untuk mendapatkan terapi epilepsi yang aman dan optimal, rutinlah konsultasi dan check-up dengan dokter spesialis menggunakan fasilitas modern di SMC RS Telogorejo Semarang. Lakukan reservasi dengan menghubungi call center 024 8646 6000 atau mengirim pesan WhatsApp di nomor 081 6666 340. Untuk reservasi online, kunjungi website SMC RS Telogorejo atau download aplikasi MySMC pada perangkat iOS dan Android!

Tonton videonya disini :

https://www.instagram.com/reel/DMeOPiiy-3C/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA==